Perjalanan Perpindahan Ibu Kota Indonesia

Perjalanan Perpindahan Ibu Kota Indonesia

Negara Indonesia memiliki linimasa perjalanan perpindahan ibu kota dari waktu ke waktu. Perjalanan perpindahan tersebut, memiliki alasan masing-masing demi keberlangsungan negara Indonesia pada masanya. 

Berdasarkan Indonesia Baik Kementerian Kominfo RI, perjalanan awal ibu kota secara de facto karena proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di Jakarta. Maka, Jakarta menjadi ibu kota Indonesia sejak 17 Agustus 1945.

Selanjutnya, pada 4 Januari 1946, ibu kota Indonesia Jakarta dipindah ke Yogyakarta. Perpindahan tersebut, disebabkan Kota Jakarta diduduki Pemerintahan Sipil Hindia Belanda, sehingga Ibu Kota berpindah ke Yogyakarta pada tengah malam. 

Proses perpindahan ibu kota yang semula di Jakarta menjadi Yogyakarta itu, dimulai pada 29 September 1945, tentara Belanda alias NICA bahkan sudah memasuki Jakarta. Di sisi lain, masih ada sisa-sisa tentara Jepang yang belum ditarik. Sukarno, Mohammad Hatta, dan sejumlah petinggi pemerintahan RI lainnya mencoba bertahan sebisa mungkin di ibu kota.

Situasi yang terjadi di Jakarta sudah semakin tak kondusif, menyaksikan hal tersebut Soekarno segera menggelar rapat terbatas pada 1 Januari 1946 di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.

Dari hasil rapat tersebut, pemerintah Indonesia sepakat untuk mengendalikan jalannya pemerintahan dari lingkup daerah. Kemudian pada 2 Januari 1946, Sultan Hamengkubuwono IX saat itu menyarankan agar Ibukota RI dipindahkan sementara ke Yogyakarta.

Rencana pun disusun dengan cermat mengingat Jakarta sangat rawan. Malam hari tanggal 3 Januari 1946, di jalur kereta api yang terletak di belakang kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta Pusat, tiba sebuah gerbong dengan ditarik lokomotif secara perlahan. Lampu kereta itu dimatikan agar tidak memantik curiga.

Dimulailah perjalanan proses perpindahan ibu kota itu pada 4 Januari 1946 dini hari, rombongan gerbong rahasia itu tiba di Yogyakarta dengan selamat. Untuk sementara, kendali keamanan di Jakarta diserahkan kepada Letnan Kolonel Daan Jahja yang juga Gubernur Militer Kota Jakarta. Di Stasiun Tugu menjelang subuh, sudah hadir Sultan HB IX, Paku Alam VIII, dan Jenderal Soedirman, untuk menyambut kedatangan Sukarno dan kawan-kawan.

Dan, sejak saat itu, ibu kota RI untuk sementara berada di Yogyakarta. Seluruh biaya operasional pemerintahan dan para pejabat RI selama berada di Yogyakarta ditanggung oleh Kraton Yogyakarta juga dibantu oleh Kadipaten Pakualaman, lantaran kondisi keuangan negara kala itu sedang sangat buruk, bahkan kosong.

Setelah ibukota resmi pindah ke Yogyakarta, pusat pemerintahan untuk sementara dikendalikan dari Gedung Agung Yogyakarta yang berperan menjadi istana kepresidenan. 

Perpindahan ibu kota, juga terjadi pada 19 Desember 1948. Pemindahan ibu kota dilakukan ke Bukittinggi. Alasan pemindahan, karena terjadi agresi militer Belanda II di Yogyakarta, presiden dan beberapa pejabat negara ditangkap dan diasingkan. 

Menteri Syafruddin Prawiranegara yang saat itu sedang berada di Bukittinggi diamanahi presiden untuk menjadi ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemerintahan darurat diperlukan untuk memperlihatkan kepada negara lain bahwa pemerintah Indonesia masih berdaulat.

Ibu kota Indonesia kembali dipindahkan ke Yogyakarta pada 7 Desember 1949. Pada saat itu, Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda ketika Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Dalam konferensi tersebut, terbentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Yogyakarta kembali menjadi Ibu Kota.

Lalu, ibu kota kembali dipindahkan ke Jakarta pada 17 Agustus 1950. RIS dibubarkan berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), secara de facto Ibu Kota Indonesia kembali ke Jakarta.

Saat ini, negara Indonesia akan memindahkan ibu kotanya kembali dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Rencana pemindahan ini dilakukan secara bertahap mulai tahun 2024. Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur digagas menjadi Ibu Kota Negara berdasarkan UU 3/2022. Pemindahan rencananya dilakukan bertahap sejak tahun 2024 hingga 2045. 

Nama ‘Nusantara’ dipilih karena telah dikenal dan menjadi hal yang ikonik di mata internasional. Nusantara adalah konseptualisasi atas wilayah geografi Indonesia yang memiliki banyak pulau dan disatukan oleh lautan. (vin/hjr)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *